SIARAN PERS
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
Nomor : 66/SP/HM/BKKP/V/2021
Jakarta – Upaya konsolidasi sumber daya riset dan inovasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dijalankan untuk memperbaiki ekosistem riset dan inovasi ke depan. Hal ini ditegaskan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam sesi wawancara terpisah Majalah Tempo dan Harian Media Indonesia, Kamis (27/05).
Konsolidasi sumber daya riset dan inovasi menjadi salah satu tugas yang diberikan oleh Presiden kepada BRIN, sejalan dengan amanat UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek. Sumber daya yang dikonsolidasikan menyangkut sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran. Pada tahap pertama, konsolidasi ditujukan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yaitu LIPI, BPPT, LAPAN dan BATAN, serta beberapa unit riset di lembaga pemerintah lainnya. Konsolidasi tahap pertama ini menyangkut lebih kurang 12.000 orang pegawai di dalamnya serta Rp 26,8 triliun anggaran. Proses konsolidasi ditargetkan diselesaikan sampai akhir tahun, sehingga mulai 1 Januari 2022 organisasi BRIN sudah bisa beroperasi secara penuh.
Konsolidasi dan integrasi riset dan inovasi dalam BRIN dibutuhkan karena saat ini sumber daya riset dan inovasi di tanah air tersebar di berbagai institusi. Akibatnya meskipun secara total SDM iptek Indonesia sudah cukup besar (1.071 per sejuta penduduk), namun critical mass-nya masih rendah.
Dalam aspek anggaran, total belanja litbang nasional sebesar Rp 37 triliun masih didominasi oleh anggaran pemerintah, sekitar 80% dan sisanya berasal dari sektor swasta. Target ke depan porsi pembiayaan riset akan berbalik menjadi mayoritas berasal dari swasta. Masih rendahnya kontribusi sektor swasta dalam pelaksanaan riset dan pencipataan inovasi menjadi pekerjaan rumah utama BRIN.
“Oleh karena itu, sumber daya riset nasional (SDM dan infrastruktur) harus dikonsolidasikan supaya BRIN menjadi enabler, agar lebih banyak sektor swasta yang tertarik melakukan riset bersama BRIN,” ujar Handoko.
Mengingat riset merupakan aktifitas yang high-risk dan high-cost, maka menjadi kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi itu. Oleh karenanya, maka BRIN akan menyediakan fasilitas dan SDM risetnya untuk bisa diakses oleh sektor swasta/industri/dunia usaha. “BRIN akan dijadikan sebagai open platform dan co-research space untuk semua pihak, untuk melahirkan sebanyak-banyaknya riset swasta,” lanjut Kepala BRIN. Platform tersebut sangat penting untuk membuka ruang interaksi manusia sebagai aktor utama riset dan inovasi.
Dalam proses konsolidasi, BRIN akan mendorong pembentukan lembaga riset yang ramping dan tidak birokratis. Untuk fungsi pendukung dan administrasi, akan dilakukan efisiensi sehingga purchaising power-nya akan semakin besar. Strategi tersebut, sebagaimana telah dijalankan di LIPI dalam empat tahun terakhir, akan menyebabkan perubahan struktur dan efisiensi anggaran yang menduking ekosistem manajemen riset yang baru dan kondusif. Dengan demikian, anggaran untuk investasi dalam infrastruktur riset akan semakin besar.
“Diharapkan kita bisa membangun infrastruktur riset seperti stasiun antariksa dan lain-lain yang selama ini terkendala anggaran,” ujar Kepala BRIN.
Diakui, proses konsolidasi lembaga riset ke dalam BRIN berdampak terhadap sumber daya manusia (pegawai). Menyikapi hal tersebut BRIN menyiapkan berbagai exit strategy untuk pegawai, termasuk mutasi ke Kementerian/Lembaga lain serta upgrading SDM.
Terkait dengan fokus program riset dan inovasi BRIN, Kepala BRIN mengatakan bahwa #digitalgreenblueeconomy yang berbasis biodiversity (keanekaragaman hayati) dan sumber daya lokal tetap akan menjadi program utama BRIN. Selain itu, pelaksanaan Program Riset Inovasi Nasional (PRIN) dan Konsorsium Riset dan Inovasi penanggulangan COVID-19 tetap akan menjadi prioritas.
Sebagai penutup, Kepala BRIN menyatakan apresiasinya atas kerja sama yang baik dan dukungan media yang telah diberikan selama ini kepada BRIN. Diyakini bahwa media merupakan mitra utama dalam mengkomunikasikan arahan, target, kebijakan, dan program-program BRIN kepada publik di tingkat nasional maupun Internasional. Sudah saatnya Indonesia pulih dan berbenah dalam sektor riset dan inovasi, menuju Indonesia Emas 2045.
Nada Marsudi, Dadan Nugraha, dan Masluhin Hajaz
Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik
Badan Riset dan Inovasi Nasional